بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
Kisah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra |
Asma binti Abu Bakar adalah ipar dan salah satu sahabat Rasulullah dan termasuk As Sabiqun Al Awwalun. Asma adalah anak dari Abu Bakar, khalifah pertama menggantikan Rasulullah. Namun ia juga istri dari sepupu Rasulullah,
Ia menikah dengan Zubair bin Awwam yang merupakan sepupu Muhammad sekaligus juga keponakan Khadijah, karena ayah Zubair adalah Awwam bin Khuwailid, saudara Khadijah. Ibunya Zubair bin Awwam bin Khuwailid adalah Shafiyyah, bibi Rasulullah.
Ialah yang dijuluki Dzaatun nithaaqain [ wanita pemilik dua selendang ]
Asma dikenal memiliki jiwa dan hati yang bersih. Ia selalu merasa hatinya terhubung dengan Allah SWT. Ia wanita yang dermawan, istri yang shaleha dan kelebihan lainnya adalah kemampuan bahasanya yang sangat fasih, cepat memahami sesuatu dan pandai berpuisi.
Nasab Asma binti Abu Bakar
Ayahnya Asma adalah Abu Bakar
Ibunya bernama Qatilah binti Abdul Uzza, dan beliau disebut masuk Islam pada akhir hidup beliau. Pada beberapa riwayat disebut Qatilah masuk Islam pada saat Fathu Mekah. Dan pada beberapa riwayat disebutkan Qatilah telah ditalak Abu Bakar pada jaman jahiliyah, jadi sebelum Islam datang.
Asma menikah dengan Zubair bin Awwam, sang hawari Rasulullah.
[ diriwayatkan oleh Bukhari, vol 6 hal 201, Kitab Al Jizyah dan vol 10 halaman 347, Kitab Al Adab dan Muslim, no 1003 Kitab Az Zakaah ]
Anak Anak Asma dan Zubair
Abdullah bin Zubair. Abdullah lahir tepat pada saat Asma tiba di Quba, desa perbatasan Madinah, pada peristiwa hijrah. Jadi Abdullah adalah bayi pertama yang lahir ketika hijrah. Ketika melahirkan Abdullah, Asma berusia 27 tahun.
Urwah bin Zubair
Aisyah adalah saudara Asma satu ayah, yakni Abu Bakar namun lain ibu.
Sedang Abdullah bin Abu Bakar adalah saudara seibu dan seayah.
Tahun Kelahiran Asma binti Abu Bakar
Asma lahir 596 M atau 14 Before Bi’tsah atau 27 Before Hijriah. Pada tahun inilah Rasulullah menikah dengan Khadijah. Sedang sang suami, Zubair bin Awwam lahir pada 595 M. Jadi usia Asma dan Zubair hanya terpaut satu tahun.
Tahun Wafatnya Asma binti Abu Bakar
Asma dikaruniai usia yang panjang dan kesehatan yang amat baik. Meskipun sudah hampir 100 tahun, tak satupun gigi Asma yang tanggal dan ia bahkan tidak pikun. Bahkan ia tetap dapat berpikir kritis dan tajam.
Asma wafat pada usia 99 atau hampir 100 tahun, yakni tahun 695 Masehi atau 73 Hijriah. Beberapa hari setelah wafatnya anak tersayangnya, Abdullah bin Zubair.
Asma adalah orang terakhir yang meninggal dunia dari kalangan Muhajirin.
Ayat Yang Turun Berkenaan Dengan Asma
Al Quran surat Al Mumtahanah ayat 8, turun berkenaan dengan masalah Asma binti Abu Bakar :Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Ibnu Zubair ra berkata. ‘Ayat Al Quran diatas turun berkenaan dengan Asma. Waktu itu ibunda Asma, Qatilah menemuinya dan memberinya sejumlah hadiah. Asma tidak mau menerimanya, sampai dia mendapat kepastian dari Rasulullah.
Sang ibunda, Qatilah binti Abdul Uzza membawa hadiah-hadiah berupa kismis, samin dan anting-anting. Namun Asma’ menolak hadiah tersebut dan tidak mengizinkannya memasuki rumahnya. Kemudian dia memberitahu Aisyah :”Tanyakan kepada Rasulullah SAW ….?”
Aisyah menjawab :”Biarlah dia memasuki rumahnya dan dia (Asma’) boleh menerima hadiahnya.”
Dalam Kitab As Shahih dinyatakan bahwa Asma bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku datang dengan baik baik. Apakah aku boleh memperlakukannya dengan baik?’
Rasulullah menjawab : Ya, perlakukan-lah ibumu dengan baik’
Kisah Dzaatun Nithaaqain dan Hijrah
Dzaatun Nithaaqain adalah julukan yang disematkan pada Asma binti Abu Bakar. Artinya wanita pemilik dua selendang.
Di siang yang terik itu, Rasulullah bergegas memasuki rumah Abu Bakar. Bertamu di siang hari bukanlah kebiasaan orang Arab, maka Abu Bakar paham bahwa ada hal yang penting dan rahasia yang hendak disampaikan Rasulullah.
Ketika Rasulullah mendapat ijin Allah SWT untuk hijrah ke Madinah, Rasulullah datang ke rumah Abu Bakar dan berkata : ‘Aku telah mendapat ijin untuk keluar dari Mekah‘
Abu Bakar bertanya, ‘Biar ayah dan ibuku jadi penebusmu wahai Rasulullah, apakah aku menemanimu?’ Rasulullah menjawab singkat, ‘Ya’
Pada hari itu rumah Rasulullah telah dikepung kafir Quraisy yang berencana membunuh beliau. Sehingga keesokkan harinya keduanya pun kemudian pergi meninggalkan Makkah.
Sengaja Rasulullah dan Abu Bakar tidak langsung pergi Madinah dengan menempuh jalur biasa, melainkan singgah dulu ke gua Tsur. Di sana kurang lebih tiga hari dua manusia termulia itu bersembunyi, sementara orang-orang kafir Quraisy yang gagal membunuh Rasulullah terus berupaya memburu beliau.
Saat Rasulullah dan Abu Bakar di gua Tsur itulah saat-saat pengorbanan Asma’ binti Abu Bakar. Ia yang tengah hamil mendapatkan amanah untuk membawakan makanan ke sana.
Aisyah menuturkan, ‘Kami sekeluarga menyiapakan seluruh perbekalan mereka berdua. Kami juga membuatkan makanan yang diletakkan di dalam wadah’
Asma menuturkan, ‘Aku membuat makanan untuk Nabi dan Abu Bakar, ketika mereka hendak bertolak ke Madinah‘
Seluruh bekal makanan itu harus dibawa Asma, seorang diri dengan berjalan kaki sepanjang 7 km ! Padahal saat itu Asma sedang hamil besar, ia saat itu tengah mengandung Abdullah bin Zubair.
Bayangkan, seorang wanita hamil, berjalan kaki tujuh Km, dengan jalan yang tidak selamanya datar. Ada jalan mendaki, ada jalan menurun ketika pulang. Total 14 Km sekali pulang pergi. Dengan resiko nyawa jika sampai ketahuan kafir Quraisy !
Tetapi itu dilakukan oleh Asma binti Abu Bakar. Itulah pengorbanannya. Dan yang kemudian dicatat sejarah, saat itu ia tidak punya tali untuk mengangkut makanan untuk Rasulullah.
Maka ia membelah selendangnya menjadi dua; satu sebagai selendang hamil dan satu untuk mengangkut makanan tersebut.
Maka abadilah nama Asma binti Abu Bakar dengan gelar Dzatun Nithaqain; sang pemilik dua selendang.
Kisah pengorbanan selendang Asma ini mungkin sering kita dengar. Tetapi, pengorbanan Asma bukan hanya itu.
Ketika mengetahui bahwa Muhammad SAW dan Abu bakar telah pergi meninggalkan Mekah, maka seluruh kafir Quraisy menjadi berang dan berausaha mencari dimana mana. Tak terkecuali Abu Jaha yang langsung mendatangi rumah Abu Bakar. Dan di rumah itu, Abu Jahal bertemu dengan Asma.
Berkatalah Abu Jahal dengan suara membentak. “Di mana Muhammad dan ayahmu?”
“Mengapa kau bertanya kepadaku?” balas Asma dengan suara tak kalah keras. Ia sama sekali tidak menunjukkkan ketakutan atau gentar menghadapi Abu Jahal yang bengis itu. Padahal saat itu ia sedang hamil besar.
“Sejak kapan seorang laki-laki Arab memberitahu kepada anaknya ke mana ia pergi. Bukankah Abu Bakar biasa berdagang ke banyak tempat tanpa memberitahuku?”
Mendengar jawaban ini Abu Jahal naik pitam.
“Di mana Muhammad dan ayahmu sekarang?”
“Bukankah sudah kujawab bahwa Abu Bakar bisa pergi ke mana saja. Apalagi Muhammad yang bukan ayahku,” jawab Asma membuat Abu Jahal tak tahan lagi.
“Plakkk!” pukulan keras mendarat di kepala Asma binti Abu Bakar.
Darah mengalir dari kepala wanita mulia itu. Anting-antingnya lepas. Asma mengaduh. Entah bagaimana rasa sakit seorang wanita hamil yang menderita seperti itu. Tetapi ia berhasil menjaga sebuah rahasia besar, menjaga amniyah, menjaga keselamatan Rasulullah dan keberlangsungan dakwah. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Asma terkait keberadaan Rasulullah dan Abu Bakar.
Padahal, bisa saja saat itu Abu Jahal membunuhnya.
Gagal mengorek keterangan, Abu Jahal pun pergi dengan kemarahan yang tak kunjung reda. Dan sejarah mendatatnya sebagai orang yang hina. Sebab sebengis-bengisnya orang Arab, belum pernah ada yang memukul kepala seorang wanita merdeka. Tetapi kali ini Abu Jahal menghinakan dirinya sendiri.
Selang beberapa pekan, setibanya Rasulullah dan Abu Bakar di Madinah, Asma pun menyusul hijrah. Dan perjalanan hijrah itu sendiri juga bagian dari perjuangan Asma.
Asma Yang Bijak Menenangkan Sang Kakek Yang Buta
Abu Bakar r.a. membawa seluruh hartanya yang berjumlah 5.000 atau 6.000 ketika Rasulullah SAW pergi hijrah.
Kemudian kakeknya, Abu Quhafah datang kepada Asma sedangkan dia seorang buta. Perginya Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya menyebabkan sang kakek khawatir.
Abu Quhafah berkata :”Demi Allah, sungguh aku lihat dia telah menyusahkan kalian dengan hartanya, sebagaiamana dia telah menyusahkan kalian dengan dirinya.” Maka Asma’ berkata kepadanya:”Sekali-kali tidak, wahai, Kakek! Beliau telah meninggalkan kebaikan yang banyak bagi kita.”
Kemudian Asma’ mengambil batu-batu dan meletakkanya di lubang angin, di mana ayahnya pernah meletakkan uang itu. Kemudian dia menutupinya dengan selembar baju. Setelah itu Asma’ memegang tangannya (Abu Quhafah) dan berkata: “Letakkan tangan Anda di atas uang ini.” Maka kakeknya mele- takkan tangannya di atasnya dan berkata :”Tidaklah mengapa jika dia tinggalkan ini bagi kalian, maka dia (berarti) telah berbuat baik. Ini sudah cukup bagi kalian.”
Sebenarnya Abu Bakar tidak meninggalkan sesuatu pun bagi keluarganya, tetapi Asma ingin menenangkan hati orang tua itu.
Asma, Istri Shalehah
Ketika sepupu Rasulullah Az Zubair ibnul Awwam menikah dengannya, dia tidak mempunyai harta dan sahaya maupun lainnya, kecuali seekor kuda.
Maka Asma memberi makan kudanya dan mencukupi kebutuhan serta melatihnya. Asma juga menumbuk biji kurma untuk makanan kuda, memberinya air minum dan membuat adonan roti.
Suatu ketika Az Zubair bersikap keras terhadapnya, maka Asma datang kepada ayahnya dan mengeluhkan hal itu.
Maka Abu Bakar pun berkata : “Wahai anakku, sabarlah! Sesungguhnya wanita itu apabila bersuami seorang yang sholeh, kemudian suaminya meninggal dunia, sedang isterinya tidak menikah lagi, maka keduanya akan berkumpul di surga.”
Asma Wanita Yang Dermawan
Asma datang kepada Nabi SAW, lalu bertanya :”Wahai, Rasulullah, aku tidak punya sesuatu di rumahku, kecuali apa yang diberikan oleh Az Zubair kepadaku. Bolehkah aku memberikan dan menyedekahkan apa yang diberikan kepadaku olehnya ?”
Maka Nabi SAW menjawab :”Berikanlah [ bersedekahlah ] sesuai kemampuanmu dan jangan menahannya agar tidak ditahan pula suatu pemberian terhadapmu.”
Maka Asma adalah termasuk seorang wanita dermawan. Dari Abdullah bin Zubair r.a. dia berkata :”Tidaklah kulihat dua orang wanita yang lebih dermawan daripada Aisyah dan Asma’.”
Kedermawanan mereka berbeda. Adapun Aisyah, sesungguhnya dia suka mengum- pulkan sesuatu, hingga setelah terkumpul padanya, dia pun membagikannya. Sedangkan Asma’, maka dia tidak menyimpan sesuatu untuk besoknya. Asma’ adalah seorang wanita yang dermawan dan pemurah. Dia tidak menyimpan sesuatu untuk hari esok. Pernah dia menderita sakit, lalu dia bebaskan semua hamba sahayanya.
Asma’ ikut dalam Perang Yarmuk bersama suaminya, Az-Zubair, dan menunjukkan keberaniannya yang baik. Dia membawa sebilah belati dalam pasukan Said bin Ash di masa fitnah, lalu diletakkannya di balik lengan bajunya. Kemudian ditanyakan kepadanya :”Apa yang kamu lakukan dengan membawa ini ?” Asma’ menjawab :”Jika ada pencuri masuk kepadaku, maka aku tusuk perutnya.”
Umar ibnul Khaththab r.a. memberi tunjangan untuk Asma’ sebanyak 1000 dirham. Asma’ meriwayatkan 58 hadits dari Nabi SAW; dan dalam suatu riwayat dikatakan : bahwa dia meriwayatkan 56 hadits [Al-Kazaruni, “Mathaali’ul Anwaar”]. Telah sepakat antara Bukhari dan Muslim atas 14 hadits. Bukhari meriwayatkan sendiri atas 4 hadits, sedangkan Muslim juga meriwayatkan sebanyak itu pula. [Al-Hafih Al-Maqdisi, Al-Kamaal fii Ma’rifatir Rijaal].
Dalam satu riwayat : Diceritakan bahwa Asma’ meri- wayatkan 22 hadits dalam Shahihain. Sedangkan yang disepakati Bukhari dan Muslim 13 hadits. Bukhari meriwayatkan sendiri 5 hadits, sedangkan Muslim meriwayatkan 4 hadits. [Ibnul Jauzi, “Al-Mujtana”]
Asma’ Sebagai Penyair dan Pemberani
Asma adalah wanita penyair dan pemberani yang mempunyai logika dan bayan. Dia berkata mengenai suaminya, Az Zubair, ketika dibunuh oleh Amru bin Jarmuz Al-Mujasyi’i di Wadi As-Siba’ (5 mil dari Basrah) ketika kembali dari Perang Jamal.
‘Ibnu Jarmuz mencurangi seorang pendekar dengan sengaja di waktu perang, sedang dia tidak lari Hai, Amru, kiranya kamu ingatkan dia tentu kamu mendapati dia bukan seorang yang bodoh, tidak kasar hati dan tangannya. Semoga ibumu menangisi, karena kamu membunuh seoranng Muslim dan kamu akan terima hukuman pembunuhan yang disengaja”.
Lalu ia menulis bait puisi ritsaa’ [ puisi sedih ] untuk Zubair. Puisinya sangat indah yang membuktikan kekuatan bahasanya.
Tekad Asma’ yang Kuat, Kemuliaan Jiwa dan Keberaniannya
Kata-kata Asma kepada puteranya Abdullah menunjukkan kepada kita tentang makna-makna yang luhur itu. Suatu saat puteranya, Abdullah, datang menemui ibunya, Asma saat itu buta dan sudah berusia 100 tahun. Dia berkata kepada ibunya :”Wahai, Ibu, bagaimana pendapat Anda mengenai orang yang telah meninggalkan aku, begitu juga keluargaku.” Asma’ berkata :”Jangan biarkan anak-anak kecil bani Umayyah mempermainkanmu. Hiduplah secara mulia dan matilah secara mulia. Demi Allah, sungguh aku berharap akan terhibur mengenaimu dengan baik.”
Kemudian Abdullah keluar dan bertempur hingga ia mati terbunuh. Konon, Al-Hajjaj bersumpah untuk tidak menurunkannya dari tiang kayu hingga ibunya meminta keringanan baginya. Maka tinggallah dia di situ selama satu tahun. Kemudian ibunya lewat di bawahnya dan berkata : “Tidakkah tiba waktunya bagi orang ini untuk turun ?”
Diriwayatkan, bahwa Al-Hajjaj berkata kepada Asma’ setelah Abdullah terbunuh :”Bagaimanakah engkau lihat perbuatanku terhadap puteramu ?” Asma’ menjawab :”Engkau telah merusak dunianya, namun dia telah merusak akhiratmu.” Asma’ wafat di Mekkah dalam usia 100 tahun, sedang giginya tetap utuh, tidak ada yang tanggal dan akalnya masih sempurna. [Mashaadirut Tarjamah : Thabaqaat Ibnu Saad, Taarikh Thabari, Al-Ishaabah dan Siirah Ibnu Hisyam]. Penulis buku, Musthafa Luthfi Al-Manfaluthi mencatat dialog yang terjadi antara Asma’ dengan Abdullah, dalam sebuah kasidah yang di- anggap sebuah karya seni yang indah.
Dia berkata : Asma di antara manusia adalah sebaik-baik wanita ia lakukan perbuatan terbaik di saat perpisahan datang kepadanya Ibnu Zubair menyeret baju besi di bawah baju besi berlumur darah Ia berkata : Wahai, Ibu, aku telah payah dengan urusanku antara penawanan yang pahit dan pembunuhan yang keji. Teman-teman dan zaman mengkhianatiku, maka aku tak punya teman selain pedangku kulihat bintangku yang tampak terang telah lenyap dariku dan tidak lagi naik.
Kaumku telah berupaya melindungiku, maka tak ada penolong selain itu jika aku menerimanya. Asma menjawab dengan kelopak mata yang kering seakan-akan tidak ada tempat sebelumnya bagi air mata. Air mata itu berubah menjadi uap yang naik dari hatinya yang patah. Tidaklah diselamatkan kecuali kehidupan atau ia menjadi tulang-belulang seperti halnya batang pohon kematian di medan perang lebih baik bagimu daripada hidup hina dan tunduk jika orang-orang menelantarkanmu, maka sabar dan tabahlah, karena Allah tidak menelantarkan.
Matilah mulia, sebagaimana engkau hidup mulia dan hiduplah selalu dalam namamu yang mulia dan tinggi tiada di antara hidup dan mati kecuali menyerang di tengah pasukan itu. Kata-kata Asma’ kepada puteranya ini akan tetap menjadi cahaya di atas jalan kehidupan yang mulia, yaitu ketika puteranya berkata : “Wahai, Ibu, aku takut jika pasukan Syam membunuhku, mereka akan memotong- motong tubuh dan menyalibku.”
Asma’ menjawab dengan perkataan yang kukuh seperti gunung, kuat seperti jiwanya, besar seperti imannya, dan perkataan itulah yang menentukan akhir pertempuran : “Hai, Anakku, sesungguhnya kambing yang sudah disembelih tidaklah merasa sakit bila ia dikuliti.”
Al-Manfaluthi menyudahi kasidahnya dengan perkataan : Datang berita kematian kepada ibunya, maka ia pun mengeluarkan air matanya yang tertahan. Abdullah gugur sebagai syahid dan unggulan nilai-nilai yang tinggi dari ibu teladan. Kisah ini tercatat dalam lembaran-lembaran yang paling cemerlang dalam sejarah orang-orang yang kekal.
Semoga anak anak dan istri istri kita sekalian bisa mencontoh kehidupan shahabiyah yang telah sukses, dan semoga dengan kisah ini bisa menjadi asbab hidayah kepada para pembacanya, semoga menambah wawasan dan bermanfaat.
Semoga allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahnya untuk umat seluruh alam, agar kita menjadi umat yang di ridhoi allah SWTdengan kasih sayangnya, kebenaran dari Kisah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra hanya allah SWT mengetahui. dan apa saja yang kita baca dari kisah diatas bisa menjadi iktibar untuk diri kita dan untuk sempurnanya saya tutup dengan doa kifarah :
Doa Kaffarah (pembersih) majlis
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Subhaanaka Allaahumma wa bihamdika, 'ash-hadu 'an laa 'ilaaha 'illaa 'Anta, 'astaghfiruka wa 'atoobu 'ilayka.
Maha suci Engkau Ya Allah, dengan memujiMu, aku mengaku bahawa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon keampunan dan aku bertaubat kepadaMu.
(Setiap kali Rasulullah SAW duduk di suatu tempat, apabila selesai membaca Al-Quran dan selesai melakukan solat, Baginda mengakhirinya dengan membaca kalimah tersebut.
Kisah Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra, anak anak abu bakar, sirah asma'binti abu bakar,
putri abu bakar yang ditegur rasulullah karena memakai pakaian tipis, keutamaan asma binti abu bakar,
kisah cinta asma binti abu bakar, nama putri abu bakar
0 komentar